Kursus Paling Berpengaruh di Indonesia

Kamis, 23 Desember 2010

Wahai Penipu Bangsa



Negeri ku yang kaya raya
Negeri ku yang penuh sumber daya
Negeri ku yang indah bagai surga
Negeri ku yang luas bak semudera

Kini kau telah dikuasai para pemerintah yang tak amanah
Dan sang pembuat Undang-Undang yang berpihak sebelah
Kemiskinan pun kini merajalela
Rakyat yang menjadi korbannya
Tapi, apalah mau dikata
Janji-janji kampanye dulu kini bagaikan sampah yang tak berguna

Wahai para penipu bangsa
Kau lenyapkan pulau ku yang dulu ada
Kini t’lah hilang diambil tetangga
Wahai para penipu bangsa
Kau tak pedulikan kau bawah
Yang dulu kau anggap suara
Wahai para penipu bangsa
Kau bagaikan terbang dan tertawa
Diatas tangisan-tangisan proletar yang tertindas

Negeri ku yang dulu kaya kini telah sirna
Negeri ku yang dulu makmur kini telah hancur
Negeriku yang dulu sejahtera kini telah menderita
Wahai para penipu bangsa bukalah mata dan hati nurani mu
Agar bangsa kembali meraih mimpi-mimpi indah.

Pendidikan Mahal

Anak ku sayang yang rindu akan perjuangan
Anak ku sayang yang rindu akan perubahan
Anak ku sayang yang rindu akan kemenangan
Anak ku sayang yang rindu akan pendidikan

Bukan maksud Ibu menyusahkan mu
Bukan maksud Ibu melupakan mu
Bukan maksud Ibu tak memberi hak-hak mu
Dan bukan maksud Ibu tak menyekolahkan mu

Kita t’lah hidup dalam cengkraman penguasa
Kita t’lah hidup dalam penguasa yang salah
Kita t’lah hidup dalam dunia hampa yang sulit dirubah
Dan kita t’lah hidup di negara yang salah

Pendidikan itu sangat perlu bagi mu
Untuk merubah hidup
Pendidikan itu sangat perlu bagi mu
Untuk keluar dari dunia yang redup
Pendidikan itu sangat penting bagi mu
Untuk lepas dari pemikiran yang gugup
Pendidikan itu sangat penting bagi mu
Untuk mengganti pemerintah yang tak sanggup

Tetapi kini pendidikan sudah tak ramah
Bagai barang yang tak murah
Tetapi kini pendidikan sudah tak merakyat
Yang mencekik hingga menjadi mayat
Tetapi kini pendidikan sudah garang
Bak ombak menghantam karang
Tetapi kini pendidikan sudah bepihak sebelah
Dan menghisap yang lemah

Jika nanti kau telah dewasa jangan takut untuk melawan
Karena Tuhan akan senang
Jika nanti kau telah dewasa jangan takut untuk merubah
Karena Tuhan tak akan marah
Jika nanti kau telah dewasa jangan takut untuk menyerbu
Karena Tuhan akan membantu
Jika nanti kau telah dewasa jangan takut untuk bertempur
Karena penguasa akan hancur. . . . . .

“Pendidikan gratis akan mustahil apabila kau berdiam
Pendidikan gratis akan terwujud apabila kau melawan”

Penantian Cinta



Wahai sang bintang yang bersinar terang
Kita pernah lalui kisah dan berpetualang
Berpetualang dalam indahnya jagat raya yang terbentang
Berpetualang saat susah dan senang

Saat itu janji akan kesetiaan cinta pun terucap
Terucap dengan gataran di dalam dada
Terucap hingga tak sanggup menahan air mata
Terucap dengan rasa yang bahagia

Tetapi kini ku telah pergi untuk sementara
Hingga ku tak dapat menangkap nur yang kau pancarkan
Tetapi kini ku telah pergi ke pulau seberang
Menggapai ilmu walau penuh tantangan
Tetapi kini kisah itu telah tertunda
Karena jarak pun memisahkan kita

Namun penantian mu tak akan sia-sia
Karena janji abadi untuk setia
Namun kesetiaan mu tak akan sirna
Karena aku pasti tiba
Tetapi jangan kau bersedih lagi sayang
Karena kita akan memulai kisah selanjutnya

Komersialisasi Pendidikan


Tak dapat kita pungkiri lagi bahwa pendidikan merupakan tulang punggung kemajuan suatu bangsa, dimana dengan adanya pendidikan masyarakat, bangsa dan negara dapat melakukan mobilitas sosial vertikal keatas. Tetapi apa yang akan terjadi apabila terdapat kesalahan dalam sistem politik pendidikan? Akankah pendidikan masih dikatakan sebagai tulang punggung kemajuan suatu masyarakat, bangsa dan negara?
Contoh telanjang bulat dalam masyarakat  dapat kita lihat pada Penerimaan Siswa Baru (PSB) tiap tahunnya. Banyak diantara para orang tua yang mengeluh mengenai biaya registrasi anaknya yang sangat mahal, yang pada akhirnya banyak diantara mereka mengadu ke tempat-tempat Perum Penggadaian untuk menggadaikan sebagian hartanya. Ini adalah dampak dari penerapan sistem kapitalisme di dunia pendidikan, dimana kebijakan-kebijakan pendidikan dikuasai pihak pemodal (Kapitalis) yang dengan serakahnya menetapkan biaya pendidikan untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Inilah yang sering kita sebut dengan komersialisasi pendidikan.
Kini pendidikan bagaikan “barang antik” yang dijual dengan harga yang sangat mahal. Nah, kalau sudah begitu hanya kalangan-kalangan yang berduit sajalah yang bisa menikmati pendidikan tersebut. Lalu bagaimana dengan anak-anak kalangan ekonomi menengah kebawah? Mereka hanya bisa gigit jari sambil melihat dari luar pagar sekolah. Maka timbul pertannyaan dari benak kita untuk siapakah pendidikan itu sebenarnya? Saat ini kita semakin binggung akibat amburadullnya sistem politik pendidikan di negeri ini. Mestinya pendidikan dapat dilakukan secara merata tanpa memandang strata sosial karena akan menimbulkan diskriminasi dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini dunia pendidikan akan ternodai karena dalam dunia pendidikan ada niat suci dari peserta didik untuk menuntut ilmu dan pendidik untuk menyampaikan ilmu yang ia miliki kepada peserta didik.
Ironisnya lagi sistem pengajaran dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini hanya berorientasi pada pekerjaan dan nilai-nilai ekonomi semata tanpa memperhatikan nilai-nilai moral. Sehingga tidak heran akan melahirkan orang-orang  yang berparadigma pragmatis dengan kata lain lebih mementingkan paham materialisme dibandingkan idealisme. Pada teori pohon kita mengenal “buah rambutan jatuh tidak akan jauh dari pohonnya” sama halnya dengan pendidikan. Sistem pendidikan yang berpondasikan duit  akan melahirkan para orang-orang yang bermental pragmatis dan hedonis.
Kalau saja tokoh pendidikan seperti Paulo freire, Ki hajar dewantara dan Budi utomo di bangunkan dari tidurnya yang panjang, tentu mereka akan sangat perihatin melihat pendidikan saat ini. Seharusnya hal-hal semacam itu merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai pemegang kebijakan-kebijakan dalam berbagai bidang khususnya dalam dunia pendidikan. Semoga kita sebagai mahasiswa calon penerus bangsa dapat lebih kritis dalam menanggapi dunia pendidikan saat ini. Harapannnya dengan  kritik-kritik yang kita bangun akan mampu melahirkan suatu perubahan baru dalam berbagai bidang khususnya dalam bidang pendidikan.